Halaman

Kamis, 25 Juli 2013

5 Jenjang Usia Anak & Gadget yang Sesuai

Sering melihat bayi memegang iPad, atau anak balita bermain smartphone? Agak janggal memang. Namun itulah yang banyak terjadi kini. Sebenarnya, adakah aturan main dari sisi usia tentang gadget apa yang pas buat seseorang? Apakah anak-anak sudah pantas memainkan gadget canggih yang biasa dipakai orang dewasa?
Berikut ada bocoran yang bisa diintip oleh para orang tua mengenai jenis teknologi dan gadget apa saja yang pas buat anak-anak, sesuai dengan usia mereka:
1. Bayi dan balita
Usia ini sangat tertarik dengan suara dan sinar, maka jangan heran mereka senang jika ada ponsel atau tablet PC di dekatnya. Tapi mereka juga punya keterbatasan fisik. Terekspos suatu cahaya terlalu lama, termasuk cahaya dari layar komputer, berdampak negatif pada pengelihatan bayi dan anak balita. Batasilah waktu bermain mereka dengan produk elektronik seperti TV. Bahkan radiasi ponsel juga sebaiknya diminimalis. Disarankan orang tua jangan terlalu sering bermain ponsel dan tablet PC di dekat anak usia balita dan bayi. Usia ini hanya pas dengan permainan berenergi baterai, itu pun yang benar-benar aman.
2. Pra sekolah dan Taman Kanak-kanak
Anak usia ini sudah mulai pandai memainkan gestur jarinya, sehingga sangat tertarik dengan tablet PC dan gadget touchscreen lain. Respon layar sentuh memang menyenangkan mereka. Tapi mereka tetap butuh pengalaman memegang pensil, kertas, buku, aneka permainan dengan gunting, dan benda real lain, sebagai bagian dari proses belajar. Gadget elektronik edukasi bisa sebagai pendukung sarana belajar saja.  Usia ini bisa mencoba tablet khusus anak seperti LeapFrog LeapPad 2 atau VTech InnoTab 2. Bisa juga dikenalkan dengan eReader seperti Franklin AnyBook Reader atauLeapFrog Tag Reader.
3. Awal Sekolah Dasar
Di usia ini anak-anak mulai siap dengan teknologi yang lebih serius. Mereka bisa mulai memakai iPad, PC, netbook, dan laptop. Yang patut diperhatikan adalah konten yang sesuai dengan usianya. Internet juga harus dibatasi, agar tidak menganggu waktu belajar dan bermain mereka di dunia nyata. Mulai edukasi mereka dengan cara-cara menjaga privasi, keamanan, dan etika berinternet. Mereka mulai bisa diberi sedikit keleluasaan bermain games sesuai dengan rating usianya, dan pakailah browser khusus anak-anak seperti Kidzui atau KIDO’Z.
4. Jelang remaja
Usia ini sudah berhak memiliki akun Facebook dan ponselnya sendiri, terutama yang berusia di atas 13 tahun. Mereka juga sudah pantas memiliki tablet PC dan PC atau laptop sendiri. Jangan lupa untuk menginsal filter internet seperti Mobicip atau K9 Internet Protection untuk memblokir konten yang tidak sesuai. Walau sudah boleh bermain games dan berinternet serta memiliki privasi untuk itu, tetap usahakan untuk membatasi waktunya.
5. Remaja
Usia ini jelas sudah berhak memiliki semua perangkat elektroniknya sendiri. Baik itu ponsel, tablet, laptop, PC, konsol games, dan sejenisnya. Mereka juga membutuhkan lebih banyak kebebasan untuk berselancar di internet. Tetap monitor semua perilaku online-nya, sebab ancaman cybercrime dan cyberbully tetap ada.
sumber@menegpp

Kamis, 18 Juli 2013

RAKOR PNPM MPD

RAPAT KOORDINASI PROVINSI JAWA BARAT PNPM MPD dilaksanakan pada 17 s/d 20 Juli 2013 bertempat di Hotel Taman Sari Kabupaten Sukabumi

BKKBN INTENSIFKAN PROGRAM KKB PADA GENERASI MUDA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus mengintensifkan sosialisasi dan advokasi bidang kependudukan dan keluarga berencana (KKB) nasional kepada generasi muda.
 
"Sasaran besar kita adalah generasi muda," kata Kepala BKKBN Fasli Jalal di sela Rapat Penyusunan Regulasi di Kantor BKKBN di Jakarta, Senin.
 
Dia mengatakan anak-anak muda harus diberikan pemahaman mengenai penundaan usia perkawinan, waktu kehamilan hingga tumbuh kembang balita.
 
Fasli juga menjelaskan hampir sebagian besar generasi muda di Tanah Air berada dalam institusi pendidikan.
 
Oleh karena itu, BKKBN akan mendorong pihak sekolah dan tenaga pengajar untuk menyosialisasikan mengenai program kependudukan dan keluarga berencana kepada para pelajar.
 
Selain itu, BKKBN akan mendorong pusat informasi dan konseling di sekolah-sekolah untuk meningkatkan sosialisasi kepada para pelajar.
 
Selain itu, kata Fasli Jalal, BKKBN akan menyosialisasikan program kependudukan dan keluarga berencana melalui pos pemberdayaan masyarakat.
 
Kita juga akan meningkatkan kampanye soal kependudukan dan keluarga berencana melalui pos pemberdayaan masyarakat atau posdaya,"

Rabu, 17 Juli 2013

MENIKAH DINI BERISIKO PUNYA ANAK KUNTET

Menikah di usia dini bagi perempuan berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan karena organ tubuh terutama yang berkaitan dengan alat reproduksi. Bahkan, anak yang dilahirkannya pun sangat besar kemungkinan lahir dengan berat badan rendah dan berisiko tubuh pendek atau stunting (kuntet).
Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN dr Julianto Witjaksono, SpOG, risiko itu akibat fisik perempuan khususnya alat reproduksi yang belum siap mengalami kehamilan. Misalnya, panggulnya masih kecil, rahimnya belum siap. Ditambah lagi, mental yang masih labil. Semua faktor itu bisa mengakibatkan bayi dalam kandungannya kurang gizi.
Saat ini, di Indonesia, ada sekitar 45 persen perempuan menikah di bawah usia 20 tahun. Sebanyak 4,2 persen menikah pada usia 10-14 tahun, dan 41,8 persen menikah pada usia 15-19 tahun.  “Anak stunting ini lebih banyak lahir dari ibu yang hamil di bawah usia 20 tahun. Anak stunting itu tubuhnya pendek, kecil, dan ukuran otak kecil. Risikonya mudah kena penyakit jantung dan pembuluh darah,” kata Julianto di Jakarta, Senin (1/7).
Julianto mengatakan hal yang sama di hadapan para bidan dan  mahasiswa kebidanan saat Seminar Nasional Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Bidan Praktik Mandiri dalam Program KB Nasional', dalam rangka Hari Keluarga XX Tingkat Nasional, di Universitas Haluoleo, Kendari, Kamis (27/6/2013). “Ini harus menjadi perhatian kita,” ujarnya.
Oleh karena itu, BKKBN gencar mengkampanyekan program Genre untuk mendewasakan usia perkawinan. Di Senegal, kata Julianto, jika ada pasangan remaja yang menikah sebelum usia 20 tahun akan dissiarkan di televisi, di koran. Tujuannya, supaya masyarakat jadi tahu semua dan secara bersama-sama berupaya menurunkan pernikahan dini.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (PD IBI) Sulawesi Tenggara Janita mengatakan, dirinya sering menemui perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun. Umumnya, saat melahirkan, mentalnya belum siap. “Dia sering mengeluh karena kan saat hamil memang tubuh kita berubah sehingga sering tidak nyaman. Kalau belum matang mentalnya ya pasti kurang mensyukuri,” kata Janita.
Padahal proses persalinan, diawali dengan rasa sakit. Dan setelah melahirkan pun perempuan tidak langsung pulih normal, ada tahapan-tahapan agar tidak terjadi perdarahan pasca melahirkan. “Nah, bagaimana nanti bisa mengurusi anak dengan baik kalau emosinya tidak bisa terkendali. Akibatnya, anak kurang gizi dan mengalami gangguan kesehatan lainnya. Jadi, intinya, untuk menjadi ibu harus siap mental dan fisiknya. Janganlah menikah di bawah 20 tahun,”